Acara virtual webinar 'COVID-19, Demokrasi, dan Ekstremisme Berkekerasan di Indonesia' yang telah dilaksanakan pada Senin, 22 Februari 2021 di The Habibie Center diliput oleh Media Indonesia ke sebuah artikel berjudul 'Kelompok Teroris Gunakan Pandemi untuk Rekrut Pengikut'. Untuk artikel selengkapnya, silakan lihat di bawah:

Kelompok Teroris Gunakan Pandemi untuk Rekrut Pengikut

ANALIS Utama Kebijakan Datasemen 88 Antiteror Polri Brigjen Ibnu Suhaendra mengatakan ancaman terorisme di masa pendemi masih terjadi.

Bahkan kelompok teroris menjadikan krisis pandemi sebagai peluang untuk mendapatkan lebih banyak dukungan simpatisan untuk menyerang lebih keras dari sebelumnya. Ketidakpastian dan kebingungan yang disebabkan oleh pandemi dieksploitasi oleh kelompok teror.

"Aktifitas terorisme sepanjang 2020 cukup besar, kelompok ini tidak pernah gagal untuk mengeksploitasi media sosial untuk menyebarkan tujuan dan propaganda mereka. Dan kelompok ini saat ini juga sedang sibuk melidungi kelompokny dari virus dengan melancarkan serangan,' jelasnya, Senin (22/2)

Selama masa pandemi kelompok teror sangat memahami perilaku publik yang lebih banyak menghabiskan waktu di media sosial sehingga kencenderungan memperkuat pemanfaatan media sosial untuk menyebarkan ajaran dan pengaruhnya dengan tagar yang banyak menggunakan istilah corona virus.

'Kelompok teroris dapat menggunakan waktu krisis ini untuk menyebarkan ideologi mereka atau melancarkan serangan dan juga untuk memperkuat basis agar muncul lagi dalam bentuk yang lebih kuat setelah pandemi,' terangnya Dalam diskusi daring bertajuk Covid-19, Demokrasi, dan Ekstrimisme Berkekerasan di Indonesia.

Lebih lanjut dikatakan jaringan terorisme di Indonesia saat ini tidak lepas dari pengaruh kelompok IS yang juga ada di Indonesia. Warga negara Indonesia yang berangkat ke suriah ditampung di (wadah) Khotibah Nusantara di bawah naungan Abu Jandal dan lainnya. Banyaknya publik yang terpapar paham radikal kemudian membawa Indonesia berada di posisi 42 pada 2017 dan 35 pada 2019 negara yang terdampak serangan teror.

'Sedangkan negara yang paling parah dari serangan teror adalah Afganistan, Irak, Nigeria dan Suriah. Artiya kita harapan kita harus menjauh dari angka kecil jangan mendekat ke angka kecil, kita harapannya harus lebih di angka 50 ironisnya kita malah mendekat ke angka kecil,' cetusnya, Senin (22/2).

Dia merinci Indonesia mengalami beberapa gelombang aksi teror. Pada 2000-2006 mengalami serangan aksi teror dari alumni Afganistan seperti bom bali 1 dan 2 serta bom di kedutaan Australia. Gelombang kedua pada 2006-2013 banyak dilakukan oleh alumni Moro Filipina Selatan aksi teror banyak terjadi.

'Dan sekarang gelombang dari 2014 sampai sekarang banyak dari foreign terrorist fighter yang berbaiat ke IS warga negara kita yang berangkat ke Suriah maupun yang ada di Indonesia tapi berbaiat ke IS'

Dia menekankan kondisi yang dihadapi tersebut praktis menjadi tantangan yang harus mendapatkan solusi tepat. Tapi tidak hanya itu secara spesifik tantangan lainnya yakni datang dari kelompok islam fundamentalis yang telah puluhan tahun masuk secara kultural dan sekarang masif secara struktural.

'Terjadi intoleransi baik antara umat beragama maupun internal umat beragama. Juga memudarnya nilai luhur budaya bangsa, pancasila dan memaksakan untuk mengganti ideologi,' tukasnya.

[Artikel ini pertama kali diposting oleh Media Indonesia pada tanggal 22 Februari 2021 dan bisa ditemukan di: https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/386346/kelompok-teroris-gunakan-pandemi-untuk-rekrut-pengikut]

Share
Ingin mendapatkan informasi aktifitas The Habibie Center?